Jakarta - Tiga dari delapan pemenang lisensi broadband wireless access (BWA) di pita 2,3 GHz terancam batal menyelenggarakan jaringan pita lebar lokal Wimax 16.d berbasis paket switched.
Ketiga perusahaan itu adalah PT Internux, serta konsorsium PT Wireless Telecom Universal (WTU) dan Konsorsium Comtronics Systems. Mereka tak berhasil memenuhi kewajiban pembayaran up front fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi hingga batas waktu yang ditentukan.
Kementerian Kominfo pekan depan akan melayangkan surat peringatan terakhir yang intinya memerintahkan pada kedua konsorsium tersebut untuk sesegera mungkin
memenuhi kewajiban pembayarannya hingga tanggal 26 April 2010.
"Seandainya tidak dipenuhi, kami memiliki kewenangan penuh untuk segera secara tegas mencabut penetapan pemenang pada blok frekuensi di zona yang dimenangkan," ujar Kepala Pusat Informasi Kominfo, Gatot S Dewa Broto, di Jakarta, Senin (29/3/2010).
Ini artinya, hak kedua konsorsium sebagai pemenang seleksi sebagaimana ditetapkan di dalam Keputusan Menteri Kominfo dibatalkan, serta Izin Prinsip Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched dicabut.
Bagi kedua konsorsium itu, tenggat waktu terakhir mereka sejatinya telah usai pada 26 Maret 2010 lalu. Sedangkan Internux, sudah jauh-jauh hari melewati deadline batas waktu pembayarannya, 22 Februari 2010. Namun Kementerian Kominfo sejauh ini hanya berani menggertak dan tak berani tegas langsung mencabut lisensi.
"Sebelum keputusan pencabutan dan pembatalan dijatuhkan, Kominfo terlebih dahulu akan melakukan verifikasi dan cek ulang untuk mengetahui apakah unsur pelanggaran benar-benar telah dapat dibuktikan dalam aspek keterlambatan pembayaran ini," kata Gatot.
Menurutnya, proses verifikasi kepada Internux hingga saat ini masih berlangsung. Penyelenggara jasa internet dari Makassar ini memiliki kewajiban kepada negara berupa BHP frekuensi tahun pertama dan up front fee dengan total Rp 220,06 miliar.
Perusahaan ini telah meminta kelonggaran pembayaran kepada pemerintah dengan cara mengangsur, termasuk denda 2% setiap bulan karena keterlambatannya.
Internux sendiri mengaku sudah membayar 10% dari kewajiban pembayaran sehingga beranggapan sudah memenuhi kewajiban minimal dan berharap pemerintah tidak bisa mencabut izin prinsip yang diberikan.
Sementara Konsorsium WTU yang memenangkan lisensi Wimax untuk wilayah Papua, Maluku dan Maluku Utara, serta Kepulauan Riau, ini memiliki kewajiban kepada negara sekitar lima miliar rupiah.
Sedangkan Konsorsium Comtronics Systems dan Adiwarta Perdania yang memenangkan area Jawa Bagian Barat Kecuali Bogor, Depok dan Bekasi, Jawa Bagian Tengah, serta Jawa Bagian Timur, punya kewajiban untuk membayar up front fee Rp 66,008 miliar.
Dari delapan pemenang tender, Kominfo sejauh ini baru menerima pembayaran dari lima perusahaan, yakni PT Telkom, PT Indosat Mega Media, PT First Media, PT
Berca Hardayaperkasa, dan PT Jasnita Telekomindo. Khusus untuk Berca, kewajiban yang telah dipenuhi baru sebatas pembayaran BHP frekuensi radio dan masih
memiliki kewajiban denda.
( rou / ash )
Sumber : disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar